MARAHU LABID
LIKASYFI MA’NA al_QUR’AN
al- MAJID
Disusun
Guna Memenuhi Tugas :
Mata Kuliah : Study Kitab Tafsir
Dosen
Pengampu : Khoirun
Niat, MA.
JURUSAN
USHULUDDIN
PRODY
ILMU-ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
SEKOLAH
TINGGI ILMU AL-QUR’AN (STIQ) AN NUR
YOGYAKARTA 2014
BAB I
PENDAHULUAN
Al-Qur’an itu laksana intan permata dimana setiap ujungnya
memancarkan cahaya yang berkilauan. Ilustrasi ini memberi pengertian kepada
kita bahwa Al-Qr’an merupakan sumber inspirasi yang telah mengilhami munculnya
berjilid-jilid tafsir. Mereka, para mufasir yang menulis kitab tafsir itu,
menggunakan metode yang berbeda-beda dalam menafsirkan Al-Qur’an.
Misalnya,metode global (ijmali), analitis (tahlili), perbandingan
(muqarin), dan tematik (maudu’i).
Keberagaman cara dalam menafsirkan Al-Qur’an itu sudah tentu tidak
bisa dilepaskan dari latar belakang keilmuan mufasir,seperti corak bahasa,sastra,fikih,social
kemasarakatan, dan sebagainya.
Dan pada makalah yang sederhana ini kami mencoba sedikit
mengupas tentang tafsir MARAH
LABID karya abu Abullah al Mu’thi Muhammad Nawawi bin Umar atau yang
mashur disebut imam nawawi al bantani.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Singkat Imam Nawawi al-Bantani
Nama lengkap
Nawawi Al-Bantani adalah Abu Abdullah al-Mu’thi Muhammad Nawawi bin Umar.
Terlahir di tanara,tirtayasa, Serang, Banten Jawa Barat pada 1813.julukan
al-Bantani dinisbatkan pada daerah asalnya, banten. Beliau merupakan ulama’
terkemuka karena karya-karyanya menjadi rujukan utama berbagai lembaga
pendidikan (pesantren) baik didalam negri maupun luar negri.
Ayahnya bernama
KH.Umar bin Arabi. Dari silsilahnya, nawawi merupakan keturunan kesultanan
ke-12 dari Maulana Syarif Hidayatullah (sunan Gunung Jati,Cirebon),yaitu
keturunan dari putra Maulana Hasanudin (Sultan Banten 1) yang beranama
Sunyararas (Tajul ‘Arsy). Nasabnya bersambung ddengan Nabi Muhammad melaluai
Imam Ja’far As-shodiq, Imam Muhammad Al-Baqir, Imam Ali Zainal Abidin,
Sayyidiana Husen,Fatimah al-Zahra[1].
Semenjak kecil imam
Nawawi al-Bantani mendalami ilmu agama langsung dari ayahnya yang bernama K.H.
Umar Ali. Kemudian beliau berguru kepada Kiai Sahal dan setelah itu beliau
berguru kepada Kiai Yusuf di Purwakarta, Jawa Barat, hingga ia mencapai usia lima
belas tahun. Setelah usia beliau mencapai 15 tahun beliau pergi ke tanah suci
Makkah untuk menunaikan ibadah haji dan kemudian beliau bermukim di sana untuk
berguru kepada para Ulama terkemuka, seperti Syeikh Nahrawi, Syeikh Ahmad Zaini
Dahlan dan Syeikh Ahmad Dimyati. Ada yang mengatakan bahwa beliau tinggal di Banten
hanya beberapa bulan saja, ada juga yang mengatakan bahwa beliau tinggal sampai
tiga tahun, kemudian kembali lagi ke Mekah dan kemudian tinggal di sana sampai
akhir hayatnya.[2]
Di antara
guru-guru imam Nawawi yang terkenal yaitu Syeikh Ahmad Khatib Sambas, Syaikh
Abdul Ghani Bima, Syaikh Yusuf Sumbulawani, dan Syeikh Abd al-Hamid Daghestani
( berasal dari Daghestan ). Syeikh Ahmad Khatib Sambas adalah seorang ulama
yang berasal dari daerah Sambas ( Kalimantan Barat ). Syeikh Ahmad Khatib
Sambas ini memiliki empat orang murid, ke empat murid itu adalah Syaikh Nawawi
al-Bantani, Syeikh Mahfudz at-Tarmisi, Syeikh Abdul Karim al-bantani dan yang
terakhir adalah Syeikh Muhammad Khalil yang akhirnya menetap di daerah
Bangkalan Madura dan wafat di sana. Dikatakan bahwa di antara ke empat murid
Syeikh Sambas tersebut, Syeikh Nawawilah yang paling senior.[3]
Setelah 30
tahun lamanya beliau menimba ilmu bersama para ulama terkemuka, akhirnya beliau
pun mengabdikan dirinya sebagai seorang pengajar sekaligus imam di Masjid
al-Haram Mekah. Beliau mengabdi kurang lebih selama 10 tahun, hari-hari beliau
banyak dihabiskan untuk mengarang kitab dan mengajar serta mendidik para santri
di rumahnya hingga akhir hayatnya.
B. Muqaddimah Tafsir Marahu Labid Likasyfi Ma’na al-Qur’an
al-Majid
Dengan menyebut nama Alloh yang Maha pengasih dan penyayang. Segala puji
bagi Alloh yang tawadhu’ terhadap setiap sesuatu karena keagungan-Nya,
menghinakan setiap sesuatu karena keagungan-Nya, menyelamatkan setiap sesuatu
karena ke-Mahakusa-Nya, menundukkan setiap sesuatu karena kerajaan-Nya. Maha Suci Allah
yang memberlakukan hukum untuk membedakan antara halal dan haram. Aku memuji
kepada-Nya agar terbuka ilmu-ilmu yang tersembunyi dengan kefahaman.
Shalawat dan
salam semoga senantiasa terlimpah kepada yang kita mulyakan, Nabi Muhammad SAW
yang telah menghilangkan segala keraguan dari penjelasan (Al-Qur’an). Shalawat
dan salam semoga terlimpah selalu kepada keluarga beliau, para sahabat beliau,
yang mempunyai sifat dan santun.
Syaikh Imam
Nawawi berkata : Orang-orang yang disekitar saya telah memintaku untuk menulis
kitab tafsir Al-Qur’an yang agung. Maka aku merenungkannya karena takut
termasuk dalam apa yang disabdakan Nabi Muhammad yaitu : “ Barang siapa
berbicara tentang Al-Qur’an dengan pendapatnya dan dia benar, maka dia telah
melakukan kesalahan ”. dan sabda beliau : “ Barang siapa berbicara tentang
Al-Qur’an dengan pendapatnya maka bersiaplah tempatnya di neraka”. Maka aku ( Syaikh
Nawawi ) mengabulkan permintaan tersebut karena mengikuti ulama’ salaf dalam
melestarikan ilmu kepada semua makhluk, dan aku tidak menambah-nambahi. Aku
mengambil (penafsiran) dari Kitab Futuhat Ilahiyah, Mafatihul Ghoib, dan
Sirojul Munir, Tanwirul Miqbas, Tafsir Abi Su’ud. Aku member nama sesuai
sejarahnya yaitu “ Maroh Labid Likasyfi Ma’nal
Qur’anil Majid ”.
Kepada
dzat yang maha mulia, yang maha membuka, aku bersandar dan berserah diri. Saya
mulai dengan sebaik-baik pertolongan Allah yang menolong bagi setiap orang yang
berserah kepada-Nya.[4]
C. Latar belakang penulisan
tafsir marahu labid
Sebagaimana yang beliau tulis dalam
pendahuluan kitab tafsirnya, beliau menulis tafsir marahu labid bermula dari
permintaan orang-orang di sekitarnya, kemudian beliau merenung dan berfikir
hingga akhirnya beliau mengabulkan permintaan orang-orang disekitarnya. Beliau
menulis tafsir ini semata-mata hanya untuk mengharap ridho Allah SWT, selain
itu juga beliau bermaksud untuk menghidupkan ajaran-ajaran syari’at melalui
kitab yang beliau karang tersebut.
D. Metode Tafsir Marahu Labid Likasyfi Ma’na al-Qur’an al-Majid
Tafsir al-munir
dapat digolongkan sebagai salah satu tafsir dengan metode ijmali ( global ). Hal
ini karena dalam menafsirkan setiap ayat, Syeikh Nawawi menjelaskan setiap ayat
dengan ringkas dan padat, sehingga mudah dipahami. Beliau sangat detail dalam
menafsirkan setiap kata per-kata pada setiap ayat, hal ini karena kepiawian
beliau dalam bidang bahasa yang tidak diragukan lagi.
Berikut contoh
penafsiran kata per-kata oleh Syekh Nawawi dalam Kitab tafsirnya[5]:
( الحمد الله
) والشكر لله بنعمه السوابغ على عباده الذين هداهم
للإيمان ( رب العالمين ) أى خالق الخلق ورازقهم ومحولهم من حال الى حال ( الرحمن ) أى العاطف على البار والفاجر بالرزق لهم ودفع
الآفات عنهم
E. Kelebihan
dan Kekurangan Tafsir Marahu Labid
Di dunia ini tidak ada yang sempurna, demikian pula dengan tafsir marahu
labid karya imam nawawi al bantani, disamping memiliki kelebihan, namun juga
memiliki kekurangan.
v Kelebihan tafsir marahu labid
Ø Jelas dan mudah dipahami
Sesuai
dengan sebutannya, tafsir ijmali ini merupakan penafsiran yang dalam
menafsirkan suatu ayat tidak terbelit-belit, ringkas, jelas dan mudah
dipahami oleh pembacanya. Selain itu juga pesan-pesan yang terkandung dalam
tafsir ini, sangat mudah ditangkap oleh pembaca.
Ø Bebas dari penafsiran Israiliyat
Peluang
masuknya penafsiran Israiliyat dalam metode penafsiran ini dapat dihindarkan,
bahkan dapat dikatakan sangat jarang sekali ditemukan. Hal ini disebabkan
uraiannya yang singkat hanya mengemukakan tafsir dari kata-kata dalam suatu
ayat dengan ringkas dan padat.
Ø Akrab dengan bahasa Al-Quran
Uraiannya
yang singkat dan padat mengakibatkan tidak dijumpainya penafsiran ayat-ayat
Al-Quran yang keluar dari kosakata ayat tersebut. Metode ini lebih
mengedepankan makna sinonim dari kata-kata yang bersangkutan, sehingga bagi
pembacanya merasa dirinya sedang membaca Al-Quran dan bukan membaca suatu
tafsir.
v Kelemahan tafsir marahu labid
Ø Menjadikan petunjuk Al-Quran tidak
utuh.
Penafsiran
yang ringkas dan pendek membuat pesan Al-Quran tersebut tidak utuh dan
terpecah-pecah. Padahal Al-Quran, menurut Subhi As-Shaleh mempunyai
keistimewaan dalam hal kecermatan dan cakupannya yang menyeluruh. Setiap kita
menemukan ayat yang bersifat umum yang memerlukan makna lebih lanjut, kita
pasti menemukan pada bagian lain, baik yang bersifat membatasi maupun
memperjelas secara rinci.[6]
Ø Penafsiran dangkal atau tidak
mendalam
Metode
tafsir ini tidak menyediakan ruangan untuk memberikan uraian atau pembahasan
yang mendalam dan memuaskan pembacanya berkenaan dengan pemahaman suatu
ayat. Ini boleh disebut suatu kelemahan yang harus disadari para mufassir yang
akan menggunakan metode ijmali ini. Akan tetapi, kelemahan yang
dimaksud di sini tidaklah bersifat negatif melainkan hanyalah merupakan
karakteristik atau ciri-ciri metode penafsiran ini.
v
BAB
III
KESIMPULAN
Tafsir
al-Munir lil ma’alim al-tanzil merupakan salah satu buah karya ulama Indonesia,
yaitu imam Muhammad
bin Umar Ali bin Arabi yang lebih dikenal dengan imam nawawi al-bantani. Tafsir
ini termasuk jenis tafsir ijmali, karena dalam penafsirannya ringkas dan padat.
Jika di lihat dari sumbernya, tafsir ini merupakan tafsir bi al-ra’yi, karena
sedikitnya periwayatan yang digunakan untuk menafsiri ayat-ayat al-qur’an, imam
nawawi lebih banyak menggunakan hasil ijtihadya sendiri dalam menafsiri
al-qur’an. Selain itu tafsir ini juga menggunakan metode tahilli, karena dalam
penafsiran urut mulai dari surat al-fatihah sampai surat an-nas.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Samsul Munir. Sayyid
Ulama’ Hijaz: Biografi Syaikh Nawawi al-Bantani, Yogyakarta : Pustaka
Pesantren, LKiS Cet : I, Februari 2009.
As-Shalih, Subhi. Mabahis Fi Ulumil Qur’an,
terj. Jakarta : Pustaka Firdaus.
Nawawi,
Imam. Marah Labid Tafsir Nawawi, Semarang : Toha Putra.
Ghofur, Saiful Amin. Mozaik Mufasir Al-Qur’an dari klasik hingga
kontemporer ,Yogyakarta; pustaka kaukaba dipantara, Cet : I desember
2013.
[6] Subhi As-Shalih, Mabahis Fi Ulumil Qur’an,
terj. Tim Pustaka Firdaus (Jakarta: Pustaka Firdaus), Hlm. 299.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar