“Sekarang ini harapan saya hanya satu, ijinkan saya merawat istri saya yang
sangat saya cintai hingga Allah memanggil salah satu di antara kita. Kalapun
ia dipanggil lebih dulu, saya bertekad untuk tetap mencintainya dan tidak akan
menikah lagi. Istri saya adalah cinta dunia dan akhirat saya. Kalau Allah
mengizinkan kami masuk surga, Insya Allah, saya menginginkan ia jadi Bidadari
saya di Surga”
Kata-kata indah ini diucapkan oleh seorang lelaki yang
sudah tidak muda lagi , namanya cukup sering
menghiasi berbagai mebeliau masa di Indonesia, baik mebeliau konvensional
maupun online. Jika dulu beliau lebih dikenal sebagai pengusaha di bidang index
saham dan investasi, dan mempunyai andil yang tidak kecil pada perkembangan
pasar modal di negeri ini, maka dalam beberapa tahun belakangan ini beliau
lebih banyak dikenal lagi karena dibalik kesuksesan bisnisnya, beliau mempunyai
kisah hidup pribadi yang mengharukan dan patut menjadi inspirasi bagi semua
suami di dunia ini.
Eko Pratomo Suyatno, ya lelaki yang lebih sering
disebut Suyatno ini usianya mungkin sudah menginjak 60 tahun. Beliau merupakan pemilik sebuah perusahaan besar di bidang investasi
reksadana yang cukup bagus reputasinya di negeri ini.Sebagai seorang pengusaha yang sukses, beliau dan keluarganya mempunyai kehidupan yang cukup baik. Pernikahannya
dengan isteri tercinta lebih dari 30 tahun yang lalu juga sangat bahagia, dan dikaruniai
4 orang anak yang kini telah tumbuh dewasa semua.
Namun memang kehidupan ini memang penuh dengan cobaan
dari Tuhan untuk menguji keimanan hamba-Nya, Kehidupan rumah tangga beliau yang
bahagia itu mendapatkan cobaan berat sesaat setelah isterinya melahirkan anak
ke empatnya. ke dua kaki istri beliau
lumpuh tidak bisa digerakkan dan kondisi itu berlangsung hingga 2 tahun.
Setelah berjalan
selama 2 tahun dengan kondisi yang seperti itu keadaan istri beliau bukannya membaik,
pada tahun berikutnya justeru kelumpuhan itu terjadi pada seluruh
tubuhnya. Lidahnya tidak bisa digerakkan, dan akhirnya secara otomatis juga istri beliau tidak bisa berbicara. Satu-satunya cara
berkomunikasi dengan orang lain hanya dengan menggunakan bahasa isyarat mata.
Dengan kondisi isterinya yang
seperti itu, Pak Suyatno tetap tabah dan dengan sabar merawat dan mengurusi
segala keperluan isterinya. Beliau ingin menunjukkan cinta yang sesungguhnya
kepada isterinya yang sekarang lumpuh itu dengan cara mengurus langsung semua
kebutuhan isterinya, walaupun sebenarnya beliau bisa membayar seseorang untuk
melakukan semua itu. Namun kebesaran cinta pada isterinya membuat beliau tetap
kuat dan setia melayani isterinya.Sedangkan pembantu-pembantu yang ada
ditugaskan untuk mengurus kebutuhan rumah tangga seperti mencuci, memasak, dan
hal-hal lain yang berkaitan dengan rumah tangga. Sedangkan mengurusi isteri dan
keempat anaknya beliau lakukan sendiri, karena memang secara otomatis beliau
juga berperan sebagai ibu bagi ke empat anaknya.Pak Suyatno merawat
anak-anaknya seperti halnya yang dilakukan istrinya di kala sehat, antara lain
menyiapkan sarapan dan baju seragamnya, juga menemani mereka bermain dekat
dengan ibunya.
Sebelum berangkat ke tempat usahanya setiap hari, Pak
Suyatno selalu menyempatkan diri memandikan, membersihkan kotoran, menggantikan
pakaian dan menyuapi isteri tercintanya. Agar sang isteri tidak kesepian saat
ditinggal, beliau dekatkan sang isteri pada sebuah televise di ruangannya.
Walau istrinya tidak dapat bicara tapi beliau selalu
melihat istrinya tersenyum. Untunglah tempat usaha pak Suyatno tidak begitu
jauh dari rumahnya sehingga siang hari beliau pulang untuk menyuapi istrinya
makan siang. Sorenya beliau pulang memandikan istrinya, mengganti pakaian dan
selepas maghrib beliau temani istrinya nonton televisi sambil menceritakan
apa-apa saja yang beliau alami seharian.
Meski istrinya hanya bisa memandang tanpa bisa menanggapi, Pak Suyatno dengan setia mengajak istrinya duduk di belakang beliau saat Pak Suyatno shalat, seperti sedang berjamaah. Ia-pun sering mengajak istrinya mengaji atau mendengarkan Pak Suyatno mengaji dan juga mengajak sang istri berzikir, meski hanya dalam hati. Semuanya itu dijalani Pak Suyatno dengan ikhlas dan ia sudah cukup senang bahkan beliau selalu menggoda istrinya setiap hari, agar istrinya tersenyum.
Rutinitas ini sudah dilakukan pak Suyatno selama 25 tahun, dengan sabar beliau merawat istrinya bahkan sambil membesarkan ke empat buah hati mereka, sekarang anak-anak mereka sudah dewasa dan sudah menjadi Sarjana, tinggal si bungsu yang masih duduk di bangku kuliah.
Pada suatu ketika ke empat anak suyatno berkumpul dirumah orang tua mereka sambil menjenguk ibunya. Karena setelah mereka menikah sudah tinggal dengan keluarga masing-masing dan pak Suyatno memutuskan untuk merawat sendiri ibu mereka. Yang beliau inginkan hanya satu semua anaknya berhasil.
Dengan kalimat yang cukup hati-hati anak yang sulung berkata
Meski istrinya hanya bisa memandang tanpa bisa menanggapi, Pak Suyatno dengan setia mengajak istrinya duduk di belakang beliau saat Pak Suyatno shalat, seperti sedang berjamaah. Ia-pun sering mengajak istrinya mengaji atau mendengarkan Pak Suyatno mengaji dan juga mengajak sang istri berzikir, meski hanya dalam hati. Semuanya itu dijalani Pak Suyatno dengan ikhlas dan ia sudah cukup senang bahkan beliau selalu menggoda istrinya setiap hari, agar istrinya tersenyum.
Rutinitas ini sudah dilakukan pak Suyatno selama 25 tahun, dengan sabar beliau merawat istrinya bahkan sambil membesarkan ke empat buah hati mereka, sekarang anak-anak mereka sudah dewasa dan sudah menjadi Sarjana, tinggal si bungsu yang masih duduk di bangku kuliah.
Pada suatu ketika ke empat anak suyatno berkumpul dirumah orang tua mereka sambil menjenguk ibunya. Karena setelah mereka menikah sudah tinggal dengan keluarga masing-masing dan pak Suyatno memutuskan untuk merawat sendiri ibu mereka. Yang beliau inginkan hanya satu semua anaknya berhasil.
Dengan kalimat yang cukup hati-hati anak yang sulung berkata
” Pak kami ingin
sekali merawat ibu, semenjak kami kecil melihat bapak merawat ibu tidak ada
sedikitpun keluhan keluar dari bibir bapak………bahkan bapak tidak ijinkan kami
menjaga ibu”.
Dengan air mata berlinang anak itu melanjutkan kata-katanya,
Dengan air mata berlinang anak itu melanjutkan kata-katanya,
“Sudah yang
keempat kalinya kami mengijinkan bapak menikah lagi, kami rasa ibu pun akan
mengijinkannya.Kapan Bapak menikmati masa tua Bapak dengan berkorban seperti
ini? Terus terangi kami sudah tidak tega melihat bapak, kami janji kami akan
merawat ibu sebaik-baiknya secara bergantian kalau bapak menikah lagi”.
Pak Suyatno menjawab hal yang sama sekali tidak diduga
oleh anak-anak mereka,
“Anak-anakku ………, terima kasih atas saran kalian.
Hanya saja bapak punya prinsip yang tidak dapat ditawar lagi. Bagi bapak,
jikalau perkawinan dan kehidupan di dunia ini hanya untuk memenuhi nafsu kita,
terutama nafsu birahi mungkin bapak akan menikah lagi sudah sedari dulu……Tapi
ketahuilah dengan adanya ibu kalian disamping bapak, bagi bapak itu sudah lebih
dari cukup. Beliau telah melahirkan kalian.. “ Sejenak kerongkongannya tersekat,”
Anakku, kalian yang selalu bapak dan ibu rindukan hadir didunia ini dengan
penuh cinta yang tidak satupun dapat menggantinyai dengan apapun. Coba kalian
tanya ibumu apakah beliau menginginkan keadaanya seperti ini?. Kalian
menginginkan bapak bahagia, apakah batin bapak bisa bahagia meninggalkan ibumu
dengan keadaanya sekarang?Kalian menginginkan bapak yang masih diberi Allah swt
kesehatan dirawat oleh orang lain? Bagaimana dengan ibumu yang masih sakit?
Jujur saja nak, bapak tidak sampai hati, meninggalkan ibumu” kali ini ada
tetesan air mata di sudut mata Pak Suyatno.
Setelah
mendengar perkataan beliau meledaklah tangis anak-anak pak Suyatno, kemubeliaun
merekapun melihat juga butiran-butiran bening jatuh dipelupuk mata ibunya, yang
dengan pilu ditatapnya mata sang suami yang sangat setia dan sangat dicintainya
itu..
Akibat kesetiannya selama puluhan tahun tersebut, sampailah akhirnya pak Suyatno diundang olehMetro TV untuk menjadi nara sumber pada acara Kick Andy. Di acara itu mereka mengajukan pertanyaan kepada Pak Suyatno, bagaimana beliau mampu bertahan selama 25 tahun merawat istrinya yang sudah tidak bisa apa-apa itu? Mengingat waktu tersebut bukan waktu yang pendek untuk menguji batas kesabaran dan ketabahan manusia biasa.
Pada saat itulah meledak tangis beliau dengan tamu yang hadir di studio. Kalau boleh menebak, tangis Pak Suyatno bukanlah karena beban beliau yang berat selama bertahun-tahun itu, melainkan karena membayangkan penderitaan isteri tercintanya yang tak kunjung berakhir setelah lebih dari seperempat abad berlalu. Kebanyakan kaum perempuanpun tidak sanggup menahan haru, lalu disitulah Pak Suyatno bercerita.
“Bagi saya, jika manusia di dunia ini mengagungkan sebuah cinta dalam perkawinannya, tetapi tidak mau berkorban dengan memberi ( memberi waktu, memberi tenaga, pikiran dan perhatian ) adalah hanya kesia-siaan belaka. Sejak dulu saya memilih istri saya menjadi pendamping hidup saya, dengan tekad kita akan bersama dalam suka maupun duka, hingga Allah swt memanggil kita. Saya tidak akan dapat melupakan jasa-jasa besar istri saya sewaktu beliau sehat, beliaupun dengan sabar merawat saya, mencintai saya dengan hati dan batinnya. Ia juga telah memberi saya 4 orang anak yang lucu-lucu, saleh dan pinter. Di mata saya, ia sehat dan masih cantik seperti 30 tahun yang lalu. Saya tidak pernah menganggapnya lumpuh. Saat saya menyuapinya, saya rasakan sama seperti saat saya menyuapinya kala kita berbulan madu. Saat saya menggendongnya untuk naik dan turun dari tempat tidur, saya merasakan seperti saat kita masih berbulan madu. Setiap kali saya melihat wajahnya, sama seperti kala saya melihatnya di kala kami pacaran atau seperti saat saya memandangnya waktu kami berbulan madu"
Akibat kesetiannya selama puluhan tahun tersebut, sampailah akhirnya pak Suyatno diundang olehMetro TV untuk menjadi nara sumber pada acara Kick Andy. Di acara itu mereka mengajukan pertanyaan kepada Pak Suyatno, bagaimana beliau mampu bertahan selama 25 tahun merawat istrinya yang sudah tidak bisa apa-apa itu? Mengingat waktu tersebut bukan waktu yang pendek untuk menguji batas kesabaran dan ketabahan manusia biasa.
Pada saat itulah meledak tangis beliau dengan tamu yang hadir di studio. Kalau boleh menebak, tangis Pak Suyatno bukanlah karena beban beliau yang berat selama bertahun-tahun itu, melainkan karena membayangkan penderitaan isteri tercintanya yang tak kunjung berakhir setelah lebih dari seperempat abad berlalu. Kebanyakan kaum perempuanpun tidak sanggup menahan haru, lalu disitulah Pak Suyatno bercerita.
“Bagi saya, jika manusia di dunia ini mengagungkan sebuah cinta dalam perkawinannya, tetapi tidak mau berkorban dengan memberi ( memberi waktu, memberi tenaga, pikiran dan perhatian ) adalah hanya kesia-siaan belaka. Sejak dulu saya memilih istri saya menjadi pendamping hidup saya, dengan tekad kita akan bersama dalam suka maupun duka, hingga Allah swt memanggil kita. Saya tidak akan dapat melupakan jasa-jasa besar istri saya sewaktu beliau sehat, beliaupun dengan sabar merawat saya, mencintai saya dengan hati dan batinnya. Ia juga telah memberi saya 4 orang anak yang lucu-lucu, saleh dan pinter. Di mata saya, ia sehat dan masih cantik seperti 30 tahun yang lalu. Saya tidak pernah menganggapnya lumpuh. Saat saya menyuapinya, saya rasakan sama seperti saat saya menyuapinya kala kita berbulan madu. Saat saya menggendongnya untuk naik dan turun dari tempat tidur, saya merasakan seperti saat kita masih berbulan madu. Setiap kali saya melihat wajahnya, sama seperti kala saya melihatnya di kala kami pacaran atau seperti saat saya memandangnya waktu kami berbulan madu"
Pak Suyatno kemubeliaun melanjutkan,
"Sekarang beliau
dalam kondisi sakit setelah melahirkan anak kami. Ia telah berkorban untuk
cinta kami bersama. Bagi saya kondisi itu merupakan ujiandari Allah bagi saya
atas cinta kami berdua. Apakah saya dapat memegang komitmen untuk mencintainya
apa adanya. Dalam kondisi ia sehatpun belum tentu saya mencari penggantinya
apalagi beliau sedang dalam keadaan sakit. Tidak, tidak, bahkan berpikir untuk
itupun saya tidak mau. Biarlah saya ikhlas menjalani takdir Allah ini, saya
yakin "Gusti Allah ora sare", Tuhan tidak pernah tidur. Sekecil
apapun yang saya berikan kepada istri saya dan anak-anak, saya niatkan hanya
untuk ibadah saya kepada Allah swt. Dan saya yakin Allah pasti akan
memperhitungkan apapun yang kita perbuat, sekecil apapun. Saya berusaha
mengikuti Rasulullah, tauladan saya yang mencintai dan melayani istrinya, bukan
hanya dilayani. Sekarang ini harapan saya hanya satu, ijinkan saya merawat
istri saya yang sangat saya cintai hingga Allah memanggil salah satu di antara
kita. Kalapun ia dipanggil lebih dulu, saya bertekad untuk tetap mencintainya
dan tidak akan menikah lagi. Istri saya adalah cinta dunia dan akhirat saya.
Kalau Allah mengizinkan kami masuk surga, Insya Allah, saya menginginkan ia
jadi Bidadari saya di Surga”
Kali ini Pak Suyatno sama sekali tidak menangis, justru penontonlah yang menangis.
Kali ini Pak Suyatno sama sekali tidak menangis, justru penontonlah yang menangis.
Rasa cinta yang dalam kepada isterinya, membuat Pak Suyatno tetap kuat
merawat dan mendampingi isterinya yang lumpuh hingga 25 tahun berlalu. Dalam
waktu yang lama itu, tak sekalipun terbersit untuk meninggalkannya, apalagi
mencari isteri lagi. Sungguh sangat sulit menemukan sosok yang
seperti Pak Suyatno, yang betul-betul bagai malaikat bagi isterinya yang dalam
penderitaan panjang. Teladan yang sangat baik bagi semua lelaki di manapun
berada. Semoga Allah Swt. selalu melimpahkan rahmatNya kepada Pak Suyatno
dan keluarganya. Amiin.
Dikutip Dari Berbagai Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar